Tampilkan postingan dengan label Hukum dan Kriminal. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Hukum dan Kriminal. Tampilkan semua postingan

Jumat, 28 November 2025

Bandara IMIP Sebuah Anomali Kelengahan Negara Dan Diduga Ada Pengkhianat Negara, Aceng Syamsul Hadie: 'Segera Usut Tuntas!'


JAKARTA, SALAKANAGARA - Polemik Bandara IMIP membuka satu kenyataan pahit: negara bisa dibuat tak berdaya di wilayahnya sendiri bila fungsi pengawasan publik dilemahkan dan diserahkan kepada entitas swasta. Ketika Menhan Sjafrie Sjamsoeddin menyebut bandara tersebut sebagai “Anomali”, ia sesungguhnya sedang mengungkap problem struktural yang sudah lama diabaikan, bahwa infrastruktur strategis bisa berjalan tanpa perangkat negara, dan itu dibiarkan bertahun-tahun.

"Bandara IMIP sebuah Anomali, sebuah penyimpangan dari aturan yang umum, ini merupakan kelengahan Negara, dan diduga keras ada pengkhianat negara, ini harus diusut tuntas agar  tidak mengundang analisa-analisa liar ", desak Aceng Syamsul Hadie, S.Sos., MM selaku Ketua Dewan Pembina DPP ASWIN (Asosiasi Wartawan Internasional), (28/11/2025).

Aceng menjelaskan bahwa bandara bukan sekadar pintu mobilitas. Ia adalah titik kedaulatan negara — ruang di mana bea cukai, imigrasi, kepolisian, dan TNI harus hadir sebagai wakil negara. Hilangnya kehadiran itu bukan sekadar maladministrasi; itu adalah cacat kedaulatan.

Aceng mengungkap faktanya, Bandara IMIP, meski menyandang status “bandara khusus”, beroperasi secara penuh—menerima penerbangan reguler, mengelola arus manusia dan logistik, serta menjadi jalur keluar masuk pekerja dan bahan baku. Namun, dalam operasionalnya, negara absen. Tidak ada aparat imigrasi, tidak ada kontrol barang, tidak ada pengawasan lalu lintas udara. Ini membuat bandara itu lebih mirip zona otonom industri daripada bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Aceng memberi apresiasi atas respons tegas Menhan dan pengerahan TNI ke lokasi adalah langkah yang tepat dan perlu. Namun, pertanyaan besar tetap menggantung: bagaimana sebuah bandara bisa beroperasi puluhan bulan tanpa pengawasan negara dan tak satu pun kementerian teknis menyadarinya?

"Kita sedang melihat contoh konkret betapa lemahnya koordinasi institusi negara dalam menghadapi kekuatan ekonomi besar yang menguasai kawasan industri strategis", tambahnya.

Aceng menegaskan bahwa Pemerintah, baik pusat maupun daerah, tak boleh lagi berlindung di balik istilah “bandara khusus”. Status itu bukan tiket bebas dari pengawasan negara. Tidak ada istilah wilayah udara privat di dalam NKRI. Tidak ada korporasi yang boleh menentukan siapa yang boleh masuk dan siapa yang tidak dalam operasi penerbangan.

Aceng menggaris-bawahi bahwa jika negara membiarkan satu bandara beroperasi tanpa aparatur negara, maka ia sedang membuka pintu bagi preseden berbahaya: munculnya ‘negara dalam negara’ di kawasan industri strategis.

"Bandara IMIP adalah peringatan keras, kedaulatan tidak cukup dipertahankan lewat retorika—ia harus ditegakkan dalam praktik", pungkasnya.[]


Sumber: ASH
Editor   : Tim Redaksi

Sabtu, 18 Oktober 2025

Kuasa Hukum Ade Efendi Zarkasih Berikan Sanggahan Terkait Ramai Diberitakan Menjadi Tersangka Tak Terkonfirmasi

 
Muhamad Reza Putra SH

BEKASI, SN - Ramai diberitakan menjadi tersangka dalam persoalan pribadi, Ade Efendi Zarkasih, Direktur Usaha Perumda Tirta Bhagasasi melalui kuasa hukumnya memberikan sanggahan. 

"Kami dari tim kuasa hukum Ade Efendi Zarkasih, Direktur Usaha Perumda Tirta Bhagasasi menyanggah pemberitaan yang beredar di sejumlah media massa maupun media daring," ucap kuasa hukum, Muhamad Reza Putra SH & Rekan dihubungi wartawan, Sabtu, 18 Oktober 2025.

Sanggahan itu terutama terkait berita yang menyebut Ade Efendi Zarkasi berstatus sebagai tersangka dan dikaitkan dengan berbagai isu pribadi hingga persoalan jabatan di lingkungan Perumda Tirta Bhagasasi Bekasi. 

Menurut Reza, pemberitaan tersebut belum sepenuhnya mencerminkan fakta hukum yang sebenarnya.

"Klien kami memang sedang menjalani proses hukum yang masih berjalan dan belum memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht).
Oleh karenanya, berdasarkan asas praduga tak bersalah, tidak tepat apabila disimpulkan atau diberitakan seolah-olah klien kami telah terbukti bersalah," ungkap Reza.

Dia menjelaskan, status hukum Ade Efendi Zarkasih masih bersifat administratif penyidikan dan bukan penetapan bersalah.

"Proses hukum masih dalam tahap klarifikasi dan pendalaman terhadap sejumlah pihak, sehingga kesimpulan sepihak mengenai status tersangka tidak bisa dijadikan dasar pemberitaan yang menghakimi," ungkapnya.

Diakuinya bahwa Ade Efendi Zarkasih, telah menjalani proses hukum sesuai mekanisme dan ketentuan yang berlaku.

Dan, persoalan hukum yang dijalaninya tidak berkaitan dengan jabatannya sebagai Direktur Usaha Perumda Tirta Bhagasasi.

"Penunjukan Ade Effendi Zarkasih sebagai direksi di perusahaan daerah milik Kabupaten Bekasi merupakan hak prerogatif Kuasa Pemilik Modal (KPM), dalam hal ini Bupati Bekasi, " tuturnya. 

"Maka terkait pemberhentian diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 tentang BUMD dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 118 Tahun 2018," sambungnya mengungkapkan. 

Ia juga membeberkan terkait kewenangn pengangkatan dan pemberhentian merupakan hak mutlak Bupat Bekasi.

"Pengangkatan dan pemberhentiannya merupakan hak prerogatif Bupati Bekasi selaku Kuasa Pemilik Modal," beber Reza.

Adapun persoalan pribadi yang dikaitkan dengan jabatan Ade Efendi Zarkasih merupakan bentuk pencemaran nama baik dan tidak memiliki relevansi dengan jabatan publiknya.

"Kami menegaskan bahwa tuduhan mengenai perselingkuhan atau cawe-cawe jabatan merupakan isu liar yang tidak berdasar, serta telah menimbulkan kerugian moral dan reputasi terhadap klien kami maupun institusi yang dipimpinnya," tegas  Reza.

Dia, selaku kuasa hukum Ade Efendi Zarkasih meminta kepada seluruh pihak, termasuk media massa untuk mengedepankan prinsip keberimbangan informasi.

"Dalam penyajian berita, hendaknya tetap mematuhi Kode Etik Jurnalistik (KEJ) serta Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, khususnya Pasal 5 ayat (1) yang mewajibkan media untuk menyajikan informasi secara berimbang dan memberikan ruang hak jawab," tekannya.

Sebagai langkah hukum, tambahnya, Reza akan mengajukan hak jawab resmi kepada media yang mempublikasikan berita tersebut dan tidak menutup kemungkinan menempuh jalur hukum apabila pemberitaan serupa terus dilakukan tanpa dasar yang sah.

"Langkah hukum akan kami lakukan untuk menjadi perhatian semua pihak agar tidak terjadi kesalahpahaman publik dan tidak menimbulkan kerugian yang lebih luas bagi klien kami," pungkasnya.


(***) SN

Selasa, 23 September 2025

Keracunan MBG Bandung Barat, Ketua Pembina ASWIN : Presiden Prabowo Bertanggung Jawab Penuh Pada Program Malapetaka Dan Bencana Ini!

BANDUNG, SN - Ada 3 (tiga) dapur SPPG di Bandung Barat menjadi penyebab keracunan massal: dua di Cipongkor (Dapur SPPG Makmur Jaya dan Neglasari) dan satu di Cihampelas (Dapur SPPG Mekarmukti). Ketiga dapur SPPG di Bandung Barat menjadi “klaster” dalam kasus keracunan massal.(23/9/2025).

Terkait akan adanya peristiwa tersebut Ketua Dewan Pembina ASWIN angkat bicara dan menilai bahwa program MBG tersebut yang merupakan program unggulan bagi Kepemerintahan Presiden Prabowo adalah Malapetaka dan Bencana bagi kesehatan para siswa sekolah di Indonesia. Dimana hal ini menjadi sangat memprihatinkan dan sangat mengecewakan bagi masyarakat terhadap program tersebut.

"Kejadian keracunan MBG di Bandung Barat ini merupakan peristiwa besar yang menggegerkan Jawa Barat dan Nasional, sangat memprihatinnya dan menyedihkan serta mengecewakan, yang seharusnya program MBG ini memberi solusi kesehatan anak sekolah malah menjadi malapetaka dan bencana", ungkap Aceng Syamsul Hadie, S.Sos.,MM Ketua Dewan Pembina DPP ASWIN (Asosiasi Wartawan Internasional).

Berdasarkan laporan media, berikut kronologi dan dampak utama:

1. Gelombang pertama (Senin 22 September 2025)
Ratusan siswa (PAUD sampai SMA/SMK) mengalami gejala: mual, muntah, sesak napas, pusing, dll. Sumber keracunan diyakini berasal dari paket makanan dari dapur Makmur Jaya di Cipari. 

2. Gelombang kedua (Rabu 24 September 2025)
Laporan muncul bahwa kasus keracunan meluas dengan sumber makanan dari dapur Neglasari di Cipongkor.
3. Gelombang ketiga (Rabu 24 September 2025)
Terkait SPPG Mekarmukti, dari sekitar 1.600 porsi makanan yang disalurkan, lebih dari 50 anak dilaporkan mengalami gejala keracunan serupa (mual, pusing, lemas, dsb). Di antara korban, ada siswa SMK di Cihampelas yang melaporkan gejala setelah mengonsumsi MBG dari dapur Mekarmukti. 

Jumlah korban keracunan diperkirakan dari masing-masing dapur, antara lain Dapur Makmur Jaya sekitar 411-475 orang, Dapur Neglasari sekitar 200-220 orang, Mekarmukti sekitar 60 orang. Informasi korban semuanya terus betkembang, diperkirakan kemungkinan bisa mencapai 1000 orang.

"Ini berbahaya, kalau sudah pasti akibat keracunan dari MBG maka kami mendesak KDM Gubernur Jawa Barat dan Bupati Bandung Barat agar memberi sanksi yang berat dan langsung menutup ketiga dapur SPPG secara permanen, agar dijadikan contoh dan perhatian bagi seluruh SPPG yang lainnya", tambah  Aceng Syamsul Hadie.

Aceng Syamsul menegaskan bahwa tugas utama SPPG diantaranya adalah memperhatikan standar gizi dan kebersihan, dimana SPPG wajib dan mengutamakan untuk mamastikan makanan yang didistribusikan benar-benar memenuhi standar gizi yang telah ditetapkan oleh Badan Gizi Nasional (BGN) dan menjaga standar kebersihan yang ketat, sehingga makanan yang disajikan tidak akan mengakibatkan keracunan.

"Namun nyatanya tidak sesuai dengan realita yang ada dan bahkan berbanding terbalik 180 derajat, yang seharusnya menyehatkan berdasarkan pengawasan Badan Gizi Nasional, alih-alih malah keracunan," tegasnya.

" Hal ini perlu menjadi perhatian serius bagi Presiden Prabowo selaku pencetus program unggulannya dan dirinya wajib bertanggung jawab penuh terhadap dampak yang ditimbulkan akibat kelalaian bawahannya didalam mengimplementasikan program tersebut. Kami berharap Pak Presiden Prabowo segera mengambil tindakan tegas terhadap para pelaku yang menjalankan program tersebut. Namun bila hal tersebut tidak dilakukan dengan segera maka hal ini dapat menimbulkan berbagai tanggapan miring dengan dugaan adanya pembiaran serta unsur kesengajaan dalam peristiwa keracunan menjadi peracunan," pungkas Aceng Syamsul Hadie, S.Sos.,MM Ketua Dewan Pembina DPP ASWIN (Asosiasi Wartawan Internasional).

Sementara menurut pernyataan Sekda Jawa Barat, sampel makanan dari tiga dapur SPPG sudah dikirim ke laboratorium untuk diuji, dan hasilnya akan dijadikan dasar laporan resmi ke BGN. 

"BGN telah menghentikan sementara program MBG di Bandung Barat agar evaluasi menyeluruh bisa dilakukan (termasuk aspek teknis pengolahan makanan) — tapi ini keputusan tindakan sementara, bukan keputusan laboratorium akhir," ungkap Herman Suryatman pada Media.


(Red)SN
Editor: Tim Redaksi


Sumber/Penulis : Aceng Syamsul Hadie, S.Sos.,MM

Sabtu, 13 September 2025

Tambang Emas Ilegal di Nanga Biang Terus Beroperasi Usai Razia, Publik Pertanyakan Keseriusan Aparat

SANGGAU, SN - Suara mesin sedot mendengung kembali di tepian Sungai Kapuas, Desa Nanga Biang, Kecamatan Kapuas, Kabupaten Sanggau. Padahal, baru sepekan lalu aparat gabungan menggelar razia besar-besaran. Hasilnya? Beberapa dompeng disita, sejumlah pekerja kecil dibawa, namun aktor besar tetap tak tersentuh. (13/9/2025).

Fenomena ini bukan hal baru. Razia seolah menjadi ritual rutin, hanya menyentuh permukaan, sementara jantung bisnis PETI (Pertambangan Emas Tanpa Izin) tetap berdenyut kuat di balik layar.

Pada awal September 2025  Aparat gabungan melakukan operasi penertiban PETI di aliran Sungai Kapuas. Sejumlah perahu tambang dibakar.

Beberapa hari setelah razia  Aktivitas PETI kembali terdengar. Mesin dompeng beroperasi di malam hari, berpindah lokasi untuk menghindari patroli.

Pantauan warga Pola ini berulang. Razia datang, PETI tiarap. Razia pergi, PETI hidup lagi.

Keluhan masyarakat  Air sungai keruh, ikan berkurang, bahkan sumur warga mulai tercemar.

“Kalau ada razia, mereka sembunyi. Tapi begitu aparat pulang, suara mesin hidup lagi, kami bingung, apakah aparat benar-benar serius?” ujar seorang warga Nanga Biang, meminta namanya dirahasiakan (13/9).

Hasil penelusuran tim investigasi menemukan adanya rantai ekonomi terorganisir dalam aktivitas tambang ilegal diantaranya.

1.Cukong lokal/regional Menyediakan modal dan membeli emas hasil sedotan.

2.Pemasok BBM subsidi  Bio Solar dan bensin diduga dialirkan secara ilegal untuk kebutuhan dompeng.

3.Pekerja lapangan  Mayoritas warga desa atau pendatang, hanya jadi “pion” yang mudah ditangkap.

4.Oknum pelindung  Masyarakat menuding adanya keterlibatan oknum aparat dan pejabat desa/kecamatan yang membiarkan aktivitas ini berjalan.

Seorang tokoh adat di Sanggau menyebut, “Kalau PETI ini tidak dilindungi, mustahil bisa beroperasi terus-menerus. Mesin besar butuh modal besar, bahan bakar, dan jalur distribusi. Itu semua tidak mungkin jalan tanpa jaringan.”

Menurut UU No. 3/2020 tentang Minerba, PETI adalah tindak pidana dengan ancaman 5 tahun penjara dan denda hingga Rp100 miliar.
Sementara UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyebut, perusakan lingkungan dapat dijerat 10 tahun penjara.

Namun, fakta lapangan memperlihatkan penegakan hukum yang timpang. Hanya pekerja lapangan yang ditangkap, sementara aktor besar tidak tersentuh.

Dikutif penjelasan pengamat hukum lingkungan hidup nasional, Dr. Andi Prasetyo, SH.,MH., menyebut lemahnya penegakan hukum di Sanggau sebagai bentuk “Penanganan Setengah Hati”.

“Razia tanpa tindak lanjut investigasi ke level cukong hanyalah formalitas. Aparat seharusnya menelusuri aliran dana, BBM subsidi, hingga keterlibatan oknum yang melindungi. Kalau tidak, PETI akan terus hidup,” ujarnya.

Ia menegaskan bahwa, praktik PETI bukan sekadar pelanggaran lingkungan, tetapi juga kejahatan terorganisir lintas sektor yang merugikan negara triliunan rupiah dari kerusakan lingkungan, pajak, dan royalti.

Lingkungan yang Membayar Harga. Sungai Kapuas kini tak lagi jernih.!!. Air berubah keruh, penuh lumpur dan merkuri.!!. Ikan berkurang drastis, nelayan kehilangan penghasilan.!!. Lahan pertanian di sekitar bantaran mulai tercemar.!!

"Jika kondisi ini dibiarkan, kerusakan akan bersifat permanen. Generasi mendatang hanya akan mewarisi sungai mati dan ekosistem hancur," tegasnya.

Desakan Publik dan Masyarakat setempat :

1.Tindakan nyata, bukan seremonial  Razia harus diikuti penyidikan tuntas.

2.Bongkar jejaring aktor besar  Cukong, pemasok BBM, hingga oknum pelindung.

3.Penegakan hukum yang adil  Tidak hanya menyasar rakyat kecil.


“Yang kami minta sederhana: hukum ditegakkan dengan adil. Jangan hanya tangkap pekerja, tapi ungkap siapa pemodal dan pelindung di belakangnya,” tegas seorang warga Nanga Biang.

Kasus PETI di Sanggau menjadi cermin buruk tata kelola hukum dan lingkungan di Kalimantan Barat. Razia yang sekadar formalitas hanya memperlihatkan sandiwara penegakan hukum. Sementara itu, Sungai Kapuas  urat nadi kehidupan masyarakat  kian tercabik mesin sedot.

Pertanyaannya: sampai kapan negara membiarkan kejahatan lingkungan ini berjalan?

Hingga berita ini ditrunkan redaksi masih berupaya mengkonfirmasi pihak pihak terkait, namun belum bisa tersambung. Redaksi juga menunggu hak jawab hak koreksi dan hak klrifikasi dari pihak pihak terkait yang diberitakan sesuai UU pers nomor 40 tahun 99.

 
 
(Djono) SN


Sumber : Masyarakat Nanga Biang, tokoh adat, pengamat hukum lingkungan hidup nasional.


Anggota DPR RI H.Jalal Abdul Nasir Gelar Reses : Serap Aspirasi Pelaku UKM Limbah Sisa Produksi di Kabupaten Bekasi

BEKASI , SALAKANAGARA - Anggota DPR RI Komisi XII , H. H. Jalal Abdul Nasir menggelar kegiatan reses menyasar pelaku Usaha Kecil Menengah ...


SOSIAL - BUDAYA


PENDIDIKAN - KESEHATAN